Sepekan lagi, Matahari Sampai di Atas Indonesia

on Jumat, 17 September 2010

Matahari akan tepat berada di atas garis khatulistiwa pada 23 September mendatang. Posisi itu menandakan dimulainya peralihan musim dari kemarau ke hujan selama tiga bulan dari September hingga November. Masyarakat diminta mewaspadai kemunculan angin puting beliung.

Peneliti hubungan matahari bumi dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin mengatakan saat ini matahari mulai bergerak dari utara ke selatan bumi. Saat tepat di atas wilayah Indonesia, dalam kondisi normal suhu akan terasa naik. Temperatur pada September-Oktober mirip seperti Maret-April, dengan rata-rata suhu berkisar 28 derajat dan maksimal 33 derajat Celcius.

“Tapi sekarang karena ada anomali cuaca kemarau basah akibat La Nina dan menghangatnya suhu permukaan laut, kemungkinan suhu di Indonesia tetap normal,” ujarnya, hari ini. Gumpalan awan diperkirakan bakal mengurangi terik yang biasa menyengat di musim kemarau. Menurut Djamaluddin, walau posisi matahari di atas Indonesia tidak berarti jarak sang surya menjadi lebih dekat. Jaraknya tetap, sekitar 150 juta kilometer dari bumi.

Adapun Direktur Observatorium Bosscha, Lembang, Hakim L Malasan mengatakan, posisi matahari juga tidak akan memperpanjang waktu siang atau memperpendek malam. “Siang dan malam tidak berubah,” katanya. Pengaruh matahari hanya berdampak pada musim secara makro, yaitu dari musim panas ke musim dingin.

Bersamaan dengan itu, angin dari utara akan bergerak ke selatan, begitu pula sebaliknya. Akibatnya, ujar Djamaluddin, angin hanya akan berputar-putar di wilayah Indonesia. “Pada peralihan di bulan September, Oktober, November itu angin masih bisa berubah,” katanya. Masa pancaroba tersebut juga bisa memicu kemunculan angin puting beliung di berbagai daerah.

Anggota Dewan Pakar dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda Supardiyono Sobirin memperingatkan perubahan cuaca yang cukup cepat hingga ekstrim saat matahari tepat di atas Indonesia. Dari catatannya beberapa tahun terakhir di Bandung misalnya, hujan akan turun disertai butiran es, pohon-pohon bertumbangan karena angin kencang, hingga muncul angin puting beliung. “Setiap tahun begitu, waspada nanti di bulan Oktober, karena matahari tepat di atas Pulau Jawa,” ujarnya.

Djamaluddin mengatakan, kemunculan angin puting beliung sulit diprediksi waktu dan tempatnya. Angin yang digolongkan berskala nol karena kejadiannya berlangsung cepat dan bersifat lokal tersebut, diakui bisa muncul di mana saja. “Daerah yang sebelumnya pernah kena tetap harus waspada,” katanya.

Walau sulit diperkirakan, namun ada kondisi-kondisi tertentu yang bisa memicu kemunculan angin puting beliung. Tingginya tingkat pemanasan suatu daerah dan perubahan tutupan lahan menjadi beberapa penyebab. “Ada kecederungan muncul di wilayah yang lahan hijaunya berkurang,” ujarnya.

Menurut peneliti senior astronomi dan astrofisika tersebut, angin puting beliung terjadi karena perubahan aliran udara yang cepat di angkasa dari kondisi cuaca panas ke dingin. Misalnya terik dari pagi kemudian siangnya mendung atau sorenya turun hujan. “Sambil udara yang menguap membawa uap air, puting beliung juga bisa disertai hujan es,” jelasnya.

[+/-] read more...